Jumat, Februari 24, 2006

The Broken Software Development Cycle : an autocritic

Notice:
Konteks tulisan ini adalah spesifik, bukan pada umumnya.

Sejauh yang saya alami dan amati, tanpa bermaksud melakukan pembelaan diri, masalah terbesar software development itu seringkali ada pada rangkaian system requirement, system analysis, dan system design (bukan layout design lho ya). Suatu rangkaian pekerjaan yang selama di bangku kuliah seolah2 menjadi pusat perhatian, kok di dunia profesional sangat terabaikan, ironis memang.

Bayangkan aja, saat kuliah, pemetaan system requirement ke dalam model system design itu memerlukan waktu yang sangat lama, berbulan-bulan. Model sistem-pun sangat banyak jumlahnya. Belum lagi berbagai metode yang digunakan pun bisa beragam. Suatu sistem bisa dilihat dari berbagai sisi, dalam berbagai konteks. Misalnya ada sudut pandang statis struktural, ada juga sudut pandang dinamis behavioral, atau masih banyak lagi.

Saya sih gak berharap selengkap itu, ya minimal mulai seriuslah membuat model sistem design, karena itu yang akan di-implement oleh kuli-kuli seperti saya ini. Analisis sistem dan desain sistem yang rapuh seringkali mengacaukan siklus software engineering. Ingat itu kalo yang rapuh, apalagi kalo nggak ada sama sekali. Kita sudah seharusnya malu, karena metodologi2 itu sudah dipelajari anak2 mahasiswa D3 sekalipun. Tahun 2001, TA D3 saja sudah banyak yang menggunakan UML, masa kita yang mengaku profesional mau balik lagi ke jaman batu !?

Kalo kita liat di luar sana, betapa metodologi itu sangat menjadi pondasi penting. Setiap mata selalu meng-adopt metodologi terbaru dan terbaik. Karena system development itu produknya tidak hanya software / program / code, melainkan juga system artifact, blueprint, model, etc. Ini penting, karena mereka serius untuk terus mengembangkan sistem setahap demi setahap, menuju versi yang lebih baik.

Kalo kita ingin hidup 100 tahun lagi, sudah saatnya kita berubah.

Tidak ada komentar: